“Saya menyambut baik, keluarga Gus Dur dan Wahid Institute bersedia nonton film ?. Kisah Ansor dan Banser memang ada yang saya angkat di sini. Tapi saya tidak hanya mengangkat satu agama di film ini. Representasinya banyak, tidak hanya satu agama saja. Glen yang Kristen bukan pemain film, saya ajak main,” tutur Hanung saat ditemui di Plasa Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (7/4).
Dalam kesempatan itu Hanung menjelaskan, ia membuat film yang berlatar belakang toleransi antar umat beragama tersebut dikarenakan suami Zaskia Adya Mecca itu punya pengalaman pribadi tentang kebebasan beragama.
“Dari kecil saya dibesarkan dari keluarga yang beragam. Ibu saya China yang masuk Islam. Paman-paman saya, karena dulu Konghucu dilarang, jadi masuk agama Budha dan Kristen. Setiap kali hari raya masing-masing kami merayakan bersama-sama. Tidak ada rasa takut merayakan hari besar bergantian. Tapi sekarang menjadi berbeda itu menakutkan. Padahal sejak dulu Pancasila sudah mengajarkan kita menghargai perbedaan,” paparnya.
Sementara itu, munculnya anggapan bahwa film barunya itu terlalu lebay, Hanung berpendapat bahwa sebuah film membutuhkan dramatisasi. Dan dirinya tak bisa mendikte jalan pikiran para penonton. Lalu bagaimana dengan tudingan bahwa dirinya tak cukup melakukan penelitian seputar Banser?
“Riset dengan Banser dari Google dan Banser Semarang. Karena lokasi syutingnya di Semarang. Memang ada salah persepsi dalam film ini, tokoh Sholeh mengatakan bahwa Banser adalah pekerjaan. Tapi kan itu yang ngomong Sholeh. Sebagai seorang suami yang lama tidak punya pekerjaan,” tutupnya. (kpl/uji/bun)
No comments:
Post a Comment